Keluarga bahagia adalah bagian dari mimpi semua orang dalam pernikahannya, tujuan kehidupan dan harapan banyak pasangan. Banyak deskripsi yang mencerminkan keluarga bahagia, dari yang remeh sampai yang sulit dimengerti orang lain.
Saya sendiri adalah seorang istri yang mendeskripsikan kebahagian dengan sederhana. Tak muluk dan apa adanya.
Sebelumnya, kenalan lagi dengan saya Mrs. Jo, istri dari Mr. Joo tentu saja. Dari kecil, saya merasakan betul bagaimana keluarga yang bahagia itu dari orang tua saya yang sederhana. Anak kecil tak mengerti deskripsi bahagia itu seperti apa, hanya saja ketika tumbuh dewasa, kebahagiaan lah yang membuat anak kecil ini menyadarinya.
Bapak emak saya bukan orang kaya yang punya banyak harta, mereka berdua hanya orang desa yang memiliki kehidupan layaknya orang desa biasanya.
Harta bukan ukuran jadi keluarga bahagia
Meskipun hanya orang desa biasa, saya melihat Emak Bapak selalu kompak. Menikah adalah ibadah terpanjang dan terlama yang harus manusia lewati. Dalam pernikahan sering kali kebahagiaan dideskripsikan dengan profil pasangan yang kaya raya dan memiliki banyak harta. Meskipun uang adalah salah satu penunjang yang gak boleh kita abaikan, tetap saja.. harta dan uang bukan ukuran pasti pasangan suami istri bisa bahagia.
Keluarga yang penuh senyum kebahagiaan adalah mereka yang menciptakan suasana rumah menjadi tempat yang selalu dirindukan. Suasana rumah yang selalu bikin kangen. Ketika saya menjadi bagian dari keluarga lain saat menjadi pembantu rumah tangga dulu, saya merasakan betul bagaimana berada di dalam rumah yang nyaman dan rumah yang tidak nyaman.
Ada sebuah rumah megah tapi tak nyaman untuk ditinggali, bahkan gak betah jika berlama-lama disana. Padahal rumah adalah tempat pulang. Begitupun dengan berita yang ada di media sosial, banyak sekali orang-orang yang berpisah dengan pasangannya padahal mereka kaya raya. Ternyata.. Bukan uang dan harta kekayaan sumber dari kebahagiaan.
Punya pasangan menawan juga bukan ukuran jadi keluarga bahagia
Menikah seseorang karena agamanya, bukan karena kecantikannya, harta bendanya. Tentu ungkapan ini sudah sering kalian baca dan lihat, bukan? Setelah menikah, ketampanan dan kecantikan juga bukan hal yang paling banyak dalam menentukan kebahagiaan kehidupan berumah tangga.
Paras bukan ukuran yang pantas dijadikan hal nomer atas untuk mengukur sebuah kebahagiaan. Adakalanya.. Pasangan kita bersyukur karena kita adalah orang yang bisa mengerti dia, mengimbanginya dan memaklumi semua kekurangannya.
Adakalanya juga, pasangan kita lebih menyukai kita yang selalu berada di rumah dengan muka polos tanpa make up.
Lalu bagaimana bisa keluarga bahagia tercipta?
Saya, bukanlah orang yang memiliki paras anggun tapi saya bersyukur dengan semua kelebihan yang Allah berikan kepada saya.
Jika dulu saya mengukur segala sesuatu dari uang dan materi, sekarang saya sama sekali tidak mampu mengukurnya. Orang memiliki hati yang harus dihargai, perasaan yang harus dimengerti.
Ketika kita sudah berada dalam ranah rumah tangga, suamilah prioritas kita. Ada yang bilang “wanita jangan mau menjadi budak lelaki”. Hah.. biarkan saja mereka, karena saya adalah penganut wanita yang selalu berada di bawah lelaki, suami saya. Tidak ada yang salah dengan itu.
Berada diibawah tidak selalu direndahkan terlebih lagi jika pasangan kita mengerti agama. Dalam keadaan marah pun dia masih menghargai kita, menunjukkan kesabarannya dan yang paling bermakna adalah mereka mau menasihati kita.
Karena kepada pasangan, kita harus saling mengingatkan tentang kebaikan, mengingatkan tentang semangat hidup untuk menjemput kematian terbaik. Bukan saling menuntut dan mencela, bahkan berkata kasar kepada pasangan.
Saling terbuka satu sama lain, seperti sejatinya ketika akad sudah menyatukan 2 orang, begitulah kita harus menjadi pakaian antara satu dengan yang lainnya. Tidak ada yang sempurna, manusia hanyalah kumpulan kekurangan dalam diri yang harus di diarahkan ke yang baik.
Keluarga bahagia dalam pernikahan tentu saja yang saling terbuka. Memberi dan menerima semua yang pasangan kita miliki dengan hati yang lapang. Memikirkan sejuta alasan kebaikannya ketika kita sedang kecewa. Memikirkan sejuta alasan untuk tersenyum bareng dia ketika kita menangis karenanya.
Kesimpulannya?
Hah.. mengukur dari fisik, harta, paras akan habis idmakan waktu, tetapi hati.. Akan tetap seperti dia adanya, tak akan berubah meskipun waktu terus berjalan. Semoga kehidupan rumah tangga kita bisa menciptakan keluarga yang bahagia dan menjadi pernikahan impian untuk setiap pasangan.
0 comments: