Cerita tentang anak-anak yang kecanduan gadget, sebenarnya bukanlah cerita baru. Tidak hanya bikin anak-anak lupa waktu, bermain gadget juga kerap membuat anak-anak mengalami berbagai masalah. Terutama masalah kesehatan mental hingga kesehatan fisik.
Meski sudah banyak riset yang membuktikan kalau kecanduan gadget itu bisa menyebabkan berbagai masalah. Dan, meskipun banyak orang tua yang sudah tahu dampak negatif kebanyakan bermain gadget pada anak-anak. Tapi ironisnya, banyak orang tua yang justru tak kuasa membendung keinginan anak-anak mereka untuk bermain gadget hingga lupa waktu.
Image from IG @kampunglaligadget |
Gadget, khususnya smartphone dan tablet, memang menghadirkan banyak kemudahan bagi penggunanya. Akan tetapi, selain menjanjikan banyak kemudahan, gadget juga bisa menghadirkan berbagai masalah. Terutama, apabila penggunanya tidak bisa memaksimalkan fungsi gadget dan tidak bisa me-manage waktu.
Jika ada daftar berbagai dampak negatif ketergantungan gadget, saya yakin pasti daftar tersebut akan sangat panjang sekali. Karena memang, sebagian besar anak-anak tidak bisa memaksimalkan gadget yang ada di tangan mereka. Misalnya, untuk meningkatkan akselerasi belajar, memudahkan mereka mengakses ilmu pengetahuan, atau untuk membantu mereka berkembang secara akademik.
Hal ini tidak lepas dari ketidakmampuan anak-anak untuk mengambil hal-hal positif dari gadget. Ketidakmampuan anak-anak memaksimalkan gadget untuk produktivitas mereka diperparah dengan kurangnya kesadaran pada orang tua yang minim literasi dan bahkan gagap teknologi.
Akibatnya, banyak anak-anak yang bermain gadget tanpa kontrol dari orang tua mereka. Entah itu, dari sisi waktu yang dihabiskan untuk bermain gadget, ataupun, kontrol terhadap apa saja yang mereka akses melalui gadget tersebut.
Sebagai contoh, saat ini semakin banyak anak-anak di bawah umur yang leluasa mengakses sosial media, konten video sharing seperti YouTube maupun Tiktok, hingga berbagai game dengan tema kekerasan.
Padahal, jika kita perhatikan, di aplikasi Google Play Store sudah tertera rating usia untuk setiap aplikasi dan game. Seperti aplikasi Tiktok dan Youtube misalnya. Untuk pengguna di Indonesia, aplikasi-aplikasi tersebut telah diberi rating "Teen." Atau dengan kata lain, konten yang ada di dalamnya lebih cocok diakses oleh anak-anak yang sudah berusia 13 tahun ke atas.
Tidak mengherankan, karena, banyak konten yang ada di dalam aplikasi tersebut yang menampilkan humor-humor yang kasar atau konten yang menjurus ke arah seksual, penggunaan kata-kata yang kasar, atau konten yang bersifat vulgar.
Begitu juga dengan berbagai macam game yang populer dimainkan oleh anak-anak seperti PUBG Mobile, Free Fire, hingga Mobile Legends. Semua game tersebut rata-rata diperuntukkan bagi anak-anak berusia 12 tahun ke atas.
Karena memang, apa yang ditampilkan di dalam game tersebut tidak pantas dilihat oleh anak-anak. Karena banyak diantara game-game tersebut yang berisi kekerasan yang intens, penampakan darah, hingga penggunaan kata-kata yang kasar.
Jika berbagai konten yang ada pada aplikasi hingga game-game tersebut diakses oleh anak-anak di bawah umur, tentu akan banyak dampak negatif yang bisa ditimbulkannya.
Jangankan anak-anak yang usianya masih di bawah umur rekomendasi (age rating), remaja yang usianya lebih tua dari rating yang direkomendasikan tersebut saja, masih berpotensi mengalami dampak negatif game maupun berbagi aplikasi dengan rating 12+ tersebut.
Salah satu dampak negatif yang paling mengkhawatirkan dari aktivitas bermain gadget (smartphone dan tablet) adalah dampak kecanduan.
Karena permainan yang ditawarkan melalui game serta konten-konten di berbagai aplikasi populer semisal Tik Tok dan YouTube, banyak yang berisi konten-konten yang membuat penontonnya merasa penasaran.
Melihat fenomena ini, seorang pemuda asal Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo bernama Achmad Irfandi merasa terpanggil untuk membantu para orang tua yang ada di kampungnya, agar anak-anak mereka tidak lagi menghabiskan waktu dengan duduk dan bermain gadget hingga kecanduan dan mengalami berbagai dampak negatif lainnya.
Untuk mengalihkan perhatian anak-anak, Achmad Irfandi berinisiatif membangun tempat bermain yang menyenangkan bagi anak-anak di desanya. Ia berusaha menciptakan tempat yang bisa membuat anak-anak merasa senang dan gembira tanpa gadget.
Belakangan, tempat bermain yang dibangun oleh Ahmad Irfandi tersebut lebih dikenal dengan nama "Kampung Lali Gadget" atau disingkat KLG.
Tujuan Didirikannya Kampung Lali Gadget
Image from IG @kampunglaligadget |
Karena, banyak sekali jenis permainan permainan tradisional yang dirasa punya manfaat luar biasa. Seperti misalnya, berbagai permainan tradisional gobak sodor yang dimainkan secara berkelompok. Dengan memainkan permainan tradisional ini, anak-anak secara tidak langsung akan belajar bagaimana caranya membangun kerjasama tim, merencanakan strategi, dan berkompetisi secara sehat.
Disamping itu, berbagai permainan yang dimainkan secara berkelompok tersebut juga akan mengajarkan anak-anak bagaimana caranya bersosialisasi (bermasyarakat).
"Saya punya ide memvariasikan literasi dengan permainan tradisional. Di sini saya punya konsep untuk melawan kecanduan gadget dengan permainan tradisional dan muncul istilah dolanan tanpo gadget yang sekarang jadi Kampung Lali Gadget." Papar Achmad Irfandi.
Siapapun yang bermain di area KLG tidak diperbolehkan menggunakan gadget dalam bentuk apapun. Meski tidak ada gadget di tempat ini, namun suasana selalu tampak ceria dan menyenangkan.
KLG telah membuktikan bahwa tanpa gadget anak-anak tetap bisa ceria dan antusias dalam memainkan permainan-permainan tradisional seperti menangkap ikan, main kitiran bambu, bermain gasing, engklek, gundu, congklak, lompat karet, hompimpah, dan berbagai permainan lainnya.
“Belum adanya tempat ramah anak yang ideal, tempat edukasi, atau kampung-kampung tematik bertema literasi dan pendidikan di Kabupaten Sidoarjo juga menambah motivasi kami.” Seloroh Achmad Irfandi saat ditemui salah satu awak media.
Kampung Lali Gadget sendiri berdiri pada tanggal 3 Agustus 2018 di desa Pagerngumbuk, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Pada awalnya, tempat yang digunakan hanyalah sebuah lahan pinjaman seluas 45 x 50 meter.
Selanjutnya, tempat tersebut oleh Ahmad Irfandi beserta teman-temannya digunakan untuk mengenalkan permainan-permainan tradisional kepada anak-anak di sekitar desa. Dimulai dari anak-anak TK yang ada di kampung tersebut.
Seiring waktu, KLG semakin terkenal hingga membuat banyak anak-anak dari desa-desa lain yang juga tertarik untuk bermain di tempat ini setiap akhir pekan.
Image from IG @kampunglaligadget |
Setiap hari Minggu, pintu KLG selalu terbuka untuk menyambut anak-anak dengan berbagai tema permainan. Setidaknya, saban akhir pekan ada 100 anak yang hadir untuk bermain. Anak-anak yang datang dan bermain di KLG tidak dipungut biaya apapun.
"Tiap pekan, tema tidak sama. Tapi, permainan tradisional selalu dihadirkan. Misalnya, egrang, klompen tali, klompen panjang, lompat telapak kaki, dan gancetan." Tukas Irfandi.
Kini, area KLG sudah semakin luas. Selain menyediakan tempat bermain berbentuk pendopo, di KLG juga ada area bermain berupa tanah lapang hingga persawahan yang diselingi dengan berbagai edukasi.
Selain menyediakan area tempat bermain, KLG juga menyediakan area baca. Salah satu tujuan disediakannya area baca adalah untuk memancing minat baca anak-anak.
Di KLG, Orang Tua Bisa Belajar Parenting
Image from IG @kampunglaligadget |
Kecanggihan teknologi seperti smartphone seringkali tidak diimbangi dengan literasi yang cukup oleh penggunanya. Sehingga, alih-alih bisa memanfaatkan gadget untuk meningkatkan produktivitas atau mendukung pendidikan anak, gadget justru lebih banyak digunakan untuk bermain game untuk menyalurkan hobi atau hanya dipakai untuk menonton konten video sebagai hiburan.
Bahkan, banyak orang tua yang sengaja membelikan anak-anak mereka smartphone tanpa membekali buah hatinya dengan literasi digital. Akibatnya, banyak anak-anak yang kerap merasa bahwa, dunia maya dan dunia nyata itu berbeda. Meskipun, kedua dunia tersebut sejatinya sama saja.
Anggapan bahwa dunia nyata dan dunia maya berbeda membuat anak-anak sering melakukan tindakan yang kurang terpuji di dunia maya. Seperti melakukan bullying, berkata-kata kurang sopan, tidak beretika di ruang digital, dan melakukan berbagai tindakan tidak terpuji lainnya di internet.
Selain itu, banyak juga anak-anak yang tidak tidak dibekali dengan literasi digital yang mengadopsi berbagai budaya dari internet tanpa memfilternya.
Tidak adanya bekal literasi digital yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anak, sebagian besar disebabkan karena orangtua itu sendiri tidak memiliki bekal literasi digital.
Karena itulah, KLG berupaya menggandeng sukarelawan maupun psikolog untuk membantu mengenalkan literasi digital dan ilmu parenting kepada orang tua yang datang mendampingi anak-anak mereka untuk bermain.
"Jadi, saat anak-anaknya sedang bermain dengan teman sebayanya. Orang tuanya yang mendampingi juga diberi pengarahan. Kita adakan pelatihan parenting bagi orang tua. Itu, biasanya ada sukarelawan yang memang bergiat di bidang parenting maupun seorang psikolog yang hadir di Kampung Lali Gadget." Jelas Irfandi.
Dampak Kampung Lali Gadget bagi Masyarakat Sekitar
Tidak hanya anak-anak dan orangtua yang merasakan dampak dari kehadiran Kampung Lali Gadget ini. Melainkan, masyarakat sekitar juga ikut merasakan dampak kehadiran tempat bermain ini.
Bagi masyarakat sekitar, kehadiran KLG sangat membantu mereka dalam mengurangi efek kecanduan gadget pada anak-anak di samping itu, KLG juga turut membuka peluang ekonomi masyarakat.
Misalnya, masyarakat sekitar bisa membuat berbagai macam permainan tradisional untuk dijual kepada anak-anak. Atau, mereka bisa membuka warung yang menyediakan makanan maupun minuman.
Singkatnya, kehadiran KLG mampu memberikan dampak positif kepada seluruh lapisan masyarakat. Khususnya yang ada di wilayah Desa Pagerngumbuk.
Penghargaan SATU Awards 2022 bagi Achmad Irfandi
"Jadikan setiap tempat sebagai sekolah, jadikan setiap orang sebagai guru." Ini adalah sepenggal perkataan dari Ki Hajar Dewantara yang kita kenal sebagai tokoh pendidikan di Indonesia.
Sepenggal kalimat ini… rasanya sangat tepat untuk menggambarkan sosok Achmad Irfandi dan Kampung Lali Gadget yang menjadi buah gagasannya. Yaitu, sebuah penawar terhadap kecanduan gadget--yang banyak dialami oleh anak-anak zaman sekarang.
Atas inisiatif, karya, dan kontribusinya dalam mencetak generasi emas, membuat PT Astra International Tbk (Astra) dengan bangga memberikan penghargaan "SATU Awards 2022" bagi Achmad Irfandi pada event 13th SATU Indonesia Awards 2022.
"Keberhasilan suatu bangsa tidak terlepas dari andil positif para pemudanya. Kami percaya ada banyak mutiara bangsa yang bekerja keras tanpa pamrih untuk lingkungannya yang dapat diapresiasi melalui 13th SATU Indonesia Awards 2022 ini." Ungkap Riza Deliansyah, Chief of Corporate Affairs Astra pada kegiatan webinar "Kick-Off 13th SATU Indonesia Awards 2022" yang diselenggarakan beberapa waktu lalu.
0 comments: