Pegalaman mengajukan rumah subsidi ini sengaja saya tulis untuk mengingat apa yang saya perjuangankan bersama suami untuk memiliki sebuah rumah. Namun sebelum itu, saya akan bercerita awal mula bagaimana saya akhirnya memutuskan untuk mengambil rumah subsidi ini.
Sebagai seorang ibu rumah tangga, sebenarnya saya tidak begitu menganggap rumah itu harus dimiliki. Selama pernikahan saya hampir 10 tahun ini, ngontrak rumah dari satu tempat ketempat lain adalah hal yang lumrah saya dan suami saya lakukan.
Rumah paling pojok adalah calon rumah kami yang sedang dikerjakan |
Selain belum memiliki dana yang cukup, saya juga malas sekali mikirin cicilan sesuatu yang membuat kepikiran. Intinya, saya malas punya tanggungan diluar kebiasaan saya.
Namun, namanya hidup tentu banyak tuntutan, tentu tidak saya sendiri yang menjalaninya. Ada orang tua dan mertua yang juga turut menyaksikan bagaimana anaknya hidup.
Berbeda dengan pemikiran saya dan suami, justru orang tua kami melihat kami ini memprihatinkan hahaha. Udah kerjaannya ngontrak terus, ngeluarin uang tapi nggak punya aset. Yaa.. begitulah, saya pikir semua orang tua sama, bakalan mikirin anaknya yang udah tua karena dimata mereka, kami masih anak-anak yang ditimangnya dahulu hihi.
Lalu apa? Ya.. Akhirnya dengan keterbatasan dana, saya dan suami memutuskan untuk mencari rumah subsidi pemerintah. Meskipun kami tau, kualitas rumah subsidi itu alakadarnya dan suka-suka developer. Tapi kami tetap berpikir positif, kalau nggak sekarang kapan lagi dan benar memang kata orang tua kami--setidaknya, kami akan membuat orang tua kami lebih tenang dan bahagia, itu tujuan utamanya.
Perjalanan Mencari Rumah Subsidi
Waktu itu, tahun ketiga saya ngontrak di perumahan sebrang pabrik kayu di daerah Jombang. Alergi yang semakin parah membuat saya dan suami memutuskan untuk keluar dari perumahan tersebut.
Udah biaya ngontraknya mahal, listrik nggak subsidi, ketambahan alergi makin parah sementara kami tidak punya kepentingan di daerah pabrik, jadi sama sekali kayak harus banget kami keluar kontrakan itu.
Akhirnya, sejak 5 bulan sebelum tanggalnya habis, kami sudah mencari rumah kontrakan baru dan hunting perumahan subsidi disekitar sekolah anak kami, paling tidak, nggak terlalu jauh dari sekolah anak saya.
Jujur, mencari tempat tinggal memang nggak semudah itu, banyak sekali kontrakan yang harganya jauh lebih mahal dari kontrakan yang kami tempati saat itu. Sempet nyerah karena kayak ngerasa nggak dapet-dapet itu pasti sedih kan.
Namun memang, Kita nggak boleh berputus asa dengan rahmat Allah dan selalu berprasangka baik. Saya, dalam hati, dalam doa dalam kesempatan apapun, beharap Allah memberikan tempat terbaik, lingkungan yang baik juga rumah yang baik untuk kami tinggali.
Disaat itulah, pertengahan bulan mei, saya menemukan sebuah perumahan yang baru dibuka dekat dengan Kota Jombang, hanya 5 menit dari Alun-alun kota dan area pemerintahan. Singkat cerita, akhirnya kami mendatangi kantor developernya untuk bertanya tentang rumah tersebut.
Tanpa tabungan yang banyak, akhirnya kami memutuskan untuk mengambil rumah subsidi tersebut. Karena nggak mungkin rumahnya bisa jadi dalam waktu 15 hari, saya dan suami memutuskan untuk mencari kontrakan terlebih dahulu untuk pindah dari kontrakan lama yang habis akhir mei.
Selama kurang dari 15 hari kami getol banget nyari, nggak ketemu-ketemu, akhirnya menjelang kontrakan kami habis kurang 2 hari, kami menemukan sebuah rumah kontrakan di desa dekat dengan sekolah anak dan harga sewa yang sangat murah sekali, separo dari harga kontrakan lama.
Saat survey, tanpa pikir panjang saya langsung menghubungi pemiliknya dan bersedia menyewa rumahnya. Alhamdulillah.. ternyata Allah beri kemudahan yang luar biasa. Kita memang harus bersabar dan bertawakal dengan apa yang Allah takdirkan.
Untuk cerita rumah kontrakan ini, nanti akan saya ulas berikut tips gimana cara mencari rumah kontrakan biar nggak tambah boncos gara gara kebanyakan renovasi dan nambah ini itu hihi.
0 comments: