Momen Ramadhan memang memberikan banyak sekali pelajaran untuk umat muslim, termasuk saya sebagai orang tua. Tujuan saya dalam mengajarkan anak berpuasa bukan soal hebat-hebatan bahwa anak masih kecil sudah mampu berpuasa. Tapi ini soal mental dan kesadaran diri akan sebuah "kebutuhan" kita untuk ikut menjalankan puasa Ramadhan.
Memang nggak mudah, apalagi jika udah dibanding-bandingkan cara pengasuhan kita dengan cara pengasuhan orang tua lain. Tapi karena goal-nya juga nggak sama, jadilah saya belajar untuk menerapkan ilmu parenting saya dan suami kepada anak-anak kami.
Pengalaman mengajarkan puasa kepada anak pertama
Mas Kinza, anak pertama saya memang beda, dia adalah anak yang neriman, mandiri juga memiliki empati yang tinggi. Mas Kinza sejak TK A sudah kami ajak berpuasa, alhamdulillah.. kelas TK B Mas Kinza nyaris nggak bolong puasanya meski masih ada beberapa drama.
Sukses mengajak si Mas berpuasa di usianya yang masih 6 tahun, ternyata nggak serta merta bikin sukses juga ngajak Kak Zayn berpuasa di usia yang sama.
Memang, Zayn ini anaknya lebih spesial. Masih bergantung sama kami dan semuanya minta dilayani. Secara pengasuhan, Mas Kinza dan Zayn sama-sama kami ajarkan untuk mandiri, namun karena cepet ngambeknya, Zayn ini jadi kurang mandiri dan masih bergantung lebih banyak daripada masnya.
Bukan hanya itu, Zayn juga masih sulit untuk diajak sholat, mau sendiri maupun berjamaah. Masih suka meleng dan gerak sana sini saat sholat.
Ya yaa.. saya tahu, tiap anak berbeda meskipun lahir dari rahim yang sama, hanya saja saya sedikit shock haha.. apa karena dia anak terakhir ya...??
Tips Mengajarkan anak berpuasa dengan kesadaran diri
Kasih Makan saat dia minta, berapapun Jamnya!
Yang saya terapkan kepada anak-anak adalah nggak memaksa dia untuk bisa berpuasa full sampai maghrib. Jika mereka minta makan saat siang hari, setelah dengan penjelasan panjang lebar dan bujuk rayu yang ternyata nggak mempan, saya dan suami sepakat untuk ngasih dia makan berapapun jamnya haha.
Meskipun Zayn nggak mulai dari hari pertama karena kami sekeluarga sempat sakit, di hari ke 13 saya ajarkan Zayn untuk mulai berpuasa.
Hari pertama Zayn puasa hanya sampai jam 10, hari kedua sampai jam 11, hari ke tiganya, oh tidak.. ternyata Zayn mampu puasa full sampai magrib. Namun, di hari ke-empat yang saya udah positif banget bisa ngajakin dia puasa full seharian, ternyata ada drama nangis-nangis sampai kejer dan berakhirlah di jam 1 siang hahaha.
Tapi hari ini, hari ke 5 kak Zayn puasa, bisa sampai full kembali karena ada kegiatan terahir di sekolahnya sebelum libur panjang lebaran. Semoga besok bisa lulus lagi ya puasanya ^^
Nggak Ngajarin puasa setengah hari
Puasa mbedug ituuuuu puasa yang berbuka siang hari, Nggak!! saya dan suami sepakat untuk ngak ngajarin anak-anak kami puasa setengah hari. Yang namanya puasa ya harus full sampai magrib, jika nggak kuat ya makan, tapi puasanya jadi batal.
Kenapa begitu? Bagi kami.. mengajarkan sebuah konsep berpuasa itu penting. Nanti ketika dia besar dan ngerasa nggak kuat saat berpuasa, makanlah dia tengah hari kemudian dilanjutkan puasa lagi haha. Tapi cara pandang orang berbeda-beda, kembali lagi.. disini saya mengajarkan sebuah konsep mutlak makna berpuasa yang sesungguhnya kepada anak.
momen saat sahur bersama |
Nggak Maksa mereka jadi dewasa
Catat nih yaa.. yang wajib puasa itu ya ketika kita udah baligh, udah tau baik buruk secara utuh. Ini kan anak-anak ya.. untuk maksa mereka bisa sampai magrib di pengalaman puasa pertamanya itu kok kayak sebuah penyiksaan.
Ada waktu dimana kami telat sahur, Mas Kinza yang udah sadar diri dengan kebutuhan akan berpuasa, disuruh lanjut makan sama Abinya saat adzan subuh. Setelah selesai makan, Abinya bilang
"Mas.. Mas Kinza ini nggak puasa lo ya.. "
Dengan sedih mas Kinza tanya..
"Lho kenapaa... kan ini sudah berhenti makan?"
Abi menjawab dengan enteng..
"Lah kan mas KInza masih makan pas adzan subuh,batas puasa itu kan sebelum subuh sampai magrib"
"Lhooo Abi nggak ngomonggg..."
Disini, Abi mempertimbangkan karena kemaren mas Kinza enggak makan nasi saat berbuka, sekarang mau nggak makan lagi pas sahur, sedangkan mas Kinza masih membutuhkan nutrisi untuk badannya yang masih kecil.
Namun, kami menjelaskan untuk kesediannya mengganti puasa yang di tinggalkan. Kembali lagi, kami ajarkan sebuah konsep yang benar dalam menjalankan ibadah puasa yaitu membayar hutang puasanya tanpa meninggalkan hak tubuhnya sebagai anak kecil.
Membangun Kesadaran diri, jauh lebih Penting
Sama halnya dengan solat. Ketika kita dimita solat tanpa menjelaskan kenapa kepada anak, saya khawatir, anak-anak hanya karena terpaksa kita awasi, makanya dia solat. Namun, ketika yang dibangun adalah sebuah kesadaran diri, anak-anak akan dengan rela hati melakukan solat karena ia merasa "Butuh".
Berpuasapun juga begitu, yang kami bangun adalah kesadaran diri dan rasa yang menyenangkan untuk berpuasa, bukan rasa traumatk yang akhirnya mereka jadi kapok untuk ikut puasa.
Kemaren saya lihat disalah satu VT, ada Non Islam beranggapan bahwa puasa itu menyiksa, sebuah penyiksaan karena nggak dibolehin makan seharian.
Ya nggak nyalahin jika mereka berpikir seperti itu, karena pada dasarnya dia nggak pernah belajar soal puasa ramadhan dan apa tujuannya untuk kami orang muslim.
Disanalah pentingnya menjelaskan dengan baik dan membangun kesadaran dirinya perlahan untuk bisa berpuasa tanpa beban dan tanpa paksaan.
Ohhh ternyata udah panjang ya artikelnya, maklum... sekian lama saya nggak nulis curhat seperti ini, jadinya nggak terasa.
Bagaimanapun itu.. percaya saja dengan cara pengasuhan kita kepada anak-anak kita, karena yang paling tau kondisi mereka adalah kita, orang tuanya. Semoga bermanfaat ya bunda ayah baru kayak saya...
Kok rasanya masih kurang ya.. pengen baca terus gitu.. Eh ini udah jam setengah 2, saya sengaja nggak tidur sekalian nunggu jam sahur. Semoga kita bijak menjadi orang tua yaa..
0 comments: